GPIB GETSEMANI BALIKPAPAN
Dilembagakan 28 Januari 2007, oleh Pdt. J.D. SIHITE, MA (Ketua 1 Majelis Sinode)

Menjadi Jemaat yang ke 275. Sesuai SK. MS. 0801/I-07/MS.XVIII/Kpts.
Alamat : Jl. Soekarno – Hatta, Balikpapan. Tlp. 082154143101. Norek. BNI Taplus. 0196346488 / Norek. Panitia, Mandiri. 1490007212154. Email : gpibgetsemanibpn@yahoo.co.id
IBADAH MINGGU : PAGI. Pkl.09.00 - SELESAI

BUKAN ORANG YANG MENDENGAR FIRMAN ALLAH YANG BENAR DIHADAPAN-NYA, TETAPI ORANG YANG MELAKUKAN FIRMAN ALLAH YANG DIBENARKAN.

04 Mei 2012

PELKAT SEBAGAI BAGIAN UNIT MISIONER

PELKAT SEBAGAI BAGIAN UNIT  MISIONER
DALAM RANGKA PENGUATAN PERAN KELUARGA
Pdt. Drs.R.Ririhena,M.Th

I. PENGANTAR   
Dalam Tata Gereja GPIB 2010 dijumpai bahwa Bidang Pelayanan Kategorial (BPK) berubah menjadi Pelayanan Kategorial (Pelkat).  Pertanyaan yang kemudian muncul yaitu mengapa berubah dan apa yang ingin dicapai dari perubahan itu?  Selanjutnya Pelkat disebut juga sebagai Unit Misionerdalam mana bukan seluruh Pelkat, tetapi didalamnya ada Mupel, Departemen, Unit Usaha, Yayasan dan masih banyak lagi seperti yang disebutkan dalam Tata Gereja. Untuk dapat memahami perubahan BPK ke Pelkat dalam rangka Penguatan Peran Keluarga, maka langkah awal yang ditempuh yaitu lebih dulu memahami Unit MisionerGPIB  itu sendiri karena Pelkat merupakan bagian dari Unit Misioner tersebut.

II. UNIT  MISIONER GPIB
Kehadiran Unit Misioner GPIB  adalah keniscayaan dalam sebuah Gereja dan Jemaat Misioner.Untuk itu maka pemahamannya akan dibangun dengan memperhatikan: Pemahaman Teologis tentang Gereja, Gereja Misioner,Misi Transformatif dan Pengaturannya dalam Tata Gereja.

1. Pemahaman Teologis Tentang Gereja
Dalam praktek kita bertemu dengan Gereja hanya dalam dua kenyataan.Pertama adalah Jemaat.Ini adalah kumpulan orang orang yang beribadah yang secara organisatoris memunculkan diri dalam Sidang MajelisJemaat.Kedua adalah Persidangan Sinode.Ini adalah kumpulan perwakilan Majelis Jemaat dari seluruhjemaat-jemaat.Pemahaman tentang Gereja dalam praktek ini muncul dalam  pemahaman tentang Gereja yang tidak kelihatan dan yang kelihatan.

Gereja yang tidak kelihatan menunjuk kepada 'persekutuan Orang Kudus' dari segala abad dan tempat.Persekutuan  ini tidak bisa dibatasi pada waktu dan denominasi. Persekutuan ini juga dipahami sebagai 'tubuh Kristus, dengan Yesus Kristus sendiri sebagai kepala-Nya.

Gereja yang kelihatan menunjuk pada kumpulan orang yang beribadah atau yang melakukan aktifitas persekutuan.Kita mengenal batas-batas manusiawi disini, misalnya denominasi dan organisasi.Pemahaman yang lebih utuh dalam praktek ini   yang membentuk pandangan-pandangan tentang Gereja. Sekalipun dari sisi sekuler secara sosiologis dan politis Gereja dipandang sebagai organisasi masa karena menghimpun masa, namun Gereja sendiri memandang diri lain dibandingkan dengan cara pihak sekuler memandang Gereja.Gereja memandang dirinya sebagai organisme yang hidup.Bukan organ yang mati.Jadi ada dinamika internal yang terus menerus terjadi dalam Gereja sendiri.Ini terjadi karena peranan Roh Kudus sebagai Roh yang menghidupkan.

Gereja juga memandang dirinya  dalam  rangka Misio Dei,  yakni  misi Tuhan  sendiri. Misi Tuhan  adalah keselamatan bagi dunia ini. Karena itu bisa dimengerti bahwa karakter 'misioner' tidak akan pernah hilang dari Gereja, karena memang menyatu dengan Gereja. Dalam hubungan dengan Misio Dei, maka Gereja tidak berakhir pada diri Gereja sendiri.Gereja melihat dirinya sebagai alat Kristus dalam rangka menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah di dunia ini.Gereja sebagai organisasi, memang bukan Kerajaan Allah itu sendiri.Akan tetapi kehadiran Gereja melalui aktivitas misionernya menghadirkan tanda- tanda Kerajaan Allah.Dari sisi ini kita lalu menyadari bahwa kehadiran tanda-tanda Kerajaan Allah itu lebih dari sekedar penambahan jiwa belaka.Tanda-tanda kerajaan Allah itu muncul dalam perubahan paradigma, struktur dan tatanan masyarakat yang lebih sesuai dengan kehendak Allah.Ringkasnya tanda-tanda ini muncul dalam upaya menghadirkan damai sejahtera dalam masyarakat,dengan semua bentuk praktis dan perjuangannya.

Oleh karena itu Gereja melihat eksistensi dirinya sebagai ada dalam dunia, akan tetapi bukan dari dunia.Ini bukan berarti bahwa Gereja melepaskan diri dari konteks dimana Gereja ada.Tetapi ini mau menunjukkan bahwa inisiatif untuk menghadirkan Gereja bukan datang dari dunia ini, melainkan datang dari Allah sendiri.Gereja hadir dalam alur dan proses sejarah keselamatan dunia ini. Dan karena itu Gereja memang tidak berasaldari dunia ini, sekalipun Gereja menyatu dan mengarahkan dunia ini menuju pencapaian kehadiran tanda- tanda Kerajaan Allah.
Mengerti Gereja yang ada dalam dunia tapi bukan dari dunia juga menghadirkan pertanyaan tentang kepentingan tugas Gereja.Dalam hubungan ini kita bertemu dengan pandangan bahwa Gereja diutus kedalam dunia.Pandangan ini beresiko bahwa Gereja harus memasuki setiap bagian dunia dengan pergumulannya.Pemaknaan kehadiran sebagai 'garam' dunia, yang masuk kedalam dan bekerja dari dalam, menjadi nyata disini.Dengan demikian jelas sekali bahwa pertambahan anggota secara kwantitas bukan lagi merupakan tekanan, melainkan bagaimana kwalitas kehadiran dan kwalitas keterlibatan warga Gereja untuk meningkatkan kwalitas masyarakat menuju damai sejahtera, itulah yang menjadi tekanan

2. Gereja Misioner
Setelah melewati masa konsolidasi yang panjang, pada Persidangan Sinode GPIB di Bandung Oktober 1964 direstui konsep 'Jemaat Misioner' .Dengan sendirinya konsep Jemaat Misioner ini merupakan konsekwensi dari konsep Misi Gereja.Sebab bagaimanapun Gereja pada karakteristik dasarnya pastilah selalu misioner.Konsep Jemaat Misioner tentu saja berakar dari konsep Misio Dei.Dalam hubungan dengan panggilan Gereja, itu berarti menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah di dunia ini.Tanda-tanda kerajaan Allah itu secara nyata berarti menghadirkan damai sejahtera dalam masyarakat.Bukan sekedar dalam Gereja.Inilah yang jelas dalam 'policy' Gereja melalui Pokok Pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG) GPIB . Melihat wilayah pelayanan, konteks masyarakat dalam wilayah pelayanan itu sendiri, serta keterlibatan GPIB baik secara institusi maupun peranan langsung warga Gereja dalam negara dan masyarakat, maka konsep misi dalam GPIB juga berkembang dengan tugas untuk terus menerus merelavansikan diri.

3. Misi Transformatif
Missi transformatif bukan hanya berarti misi itu mentransformasikan, melainkan bahwa misi itu juga mengalami transformasi.Transformasi ini terjadi karena pergeseran paradigma.Pergeseran Misi transformatif ini mulai dengan kesadaran kembali bahwa misi adalah pelayanan oleh seluruh umat Allah.
Dalam misi transformatif, gagasan tentang Imamat Am Orang Percaya, atau Kerasulan Awam perlu mendapat perhatian.Selama ini kita menerima saja pikiran bahwa dalam gereja ada dua kategori.Pertama adalah rohaniwan, dan yang kedua adalah awam.Yang terakhir ini dipandang sebagai yang tidak dewasa, dan sepenuhnya tergantung pada para rohaniwan dalam masalah-masalah keagamaan.

Paradigma seperti ini mengalami pergeseran dan mulai jelas perubahannya.Misi tidak hanya akan diarahkan pada pelayanan ilahi didalam gereja tetapi juga pada pelayanan ilahi dalam kehidupan sehari hari. Penerapan praktisnya akan mencakup pemberitaan dan ibadah, tugas-tugas penggembalaan dan persekutuan Kristen, tetapi juga sosialisasi, demokratisasi, pendidikan menuju kemandirian dan kehidupan politik.Oleh karena itu harus dikatakan dengan tegas bahwa suatu teologi kaum awam tidak berarti bahwa kaum awam harus dilatih untuk menjadi ‘pendeta-pendeta kecil’. Pelayanan (ministry) kaum awam ini (atau barangkali harus kita sebut 'service' karena istilah ministry telah menjadi istilah yang terlalu gerejawi) ditawarkan dalam bentuk kehidupan persekutuan Kristen yang berkelanjutan : di took-toko, desa-desa, lading-ladang, kota-kota, ruang-ruang kelas, rumah-rumah, kantor-kantor pengacara, dalam konseling, politik, negara, dan masih banyak lagi yang lain. Untuk meringkas pembahasan kita bisa mengatakan bahwa Misio Dei menghadirkan persekutuan Gereja dengan maksud untuk mentransformasi kehidupan.Maka gereja yang ada dalam dunia tidak lagi melihat dunia sebagai yang harus ditransformsi, tetapi Gereja sebagai bagian dunia juga harus mengalami transformasi itu.Dalam rangka transformasi inilah kita berjalan dalam Misio Dei menuju damai sejahtera.

4. Pengaturan Unit Misioner Dalam Tata Gereja  GPIB
DalamTata Dasar GPIB pada pasal 16 tentang Unit Misioner dikatakan :
1. Unit Misioner adalah wadah pembinaan dan pelaksana misi GPlB dalam rangka pembangunan jemaat secara berkesinambungan,
2. Unit-unit Misioner adalah :
a. Pelayanan Kategorial
b. Komisi
c. Panitia
d. Kelompok Kerja
e. Musyawarah Pelayanan
f. Kelompok Fungsional Professional    ,
g. Unit-unit Usaha milik Gereja
h. Yayasan
i. Departemen
j. Unit Pembinaan dan Pemberdayaan Masyarakat
k. Sesuai Kebutuhan
3. Unit-unit Misioner dibentuk pada lingkup jemaat dan Majelis Sinode sesuai kebutuhan.

Pasal 12 dari Peraturan Pokok Nomor 1 tentang Jemaat tidak berbeda dengan pasal 16 dari Tata Dasar diatas, hanya dengan kejelasan bahwa Musyawarah Pelayanan adalah unit Misioner dalam kebersamaan jemaat-jemaat di satu wilayah. Dalam Peraturan Pokok No. 3 tentang Majelis Sinode tidak ada perbedaan kecuali uraian, misalnya uraian dari Pelayanan Kategorial, Badan Hukum dan Yayasan.Peraturan Nomor 3 memberikan penjelasan yang lebih rinci tentang Unit Misioner.

Kalau dilihat apa yang dicakup oleh 'unit Misioner' ini maka kita menyadari   bahwa ada 'perubahan pikiran tentang misi Gereja'. Dengan demikian 'model' unit misioner adalah perkembangan model GPIB dalammenjawab tantangan misionernya.Maka Unit Misioner ini harus diletakkan dalam perkembangan pelayanan dan pemikiran tentang pelayanan dalam konteks GPIB sendiri.Unit Misioner harus dilihat dalam keseluruhan tantangan GPIB sebagaimana yang coba dijawab melalui Tata Gereja 2010.Persoalan selama ini adalah bahwa Tata Gereja yang ada tidak memberikan cukup ruang bagi warga Gereja sebagai pribadi dalam arti bukan sebagai persekutuan, untuk melaksanakan tugas-tugas misioner mereka. Ketika tugas-tugas misioner itu dipahami 'melewati tembok tembok Gereja' , dalam arti kiprah kemasyarakatan, maka sepertinya warga jemaat berkiprah sendiri tanpa lagi mengemban misi Gereja. Karena itu maka hal 'unit misioner' ini menjadi keputusan Gerejawi dan secara khusus berada dalam Tata Aturan GPIB sendiri. Dengan demikian maka penerapan unit misioner bukan hanya mencerminkan perkembangan pemikiran tentang misi, melainkan juga cara dengan mana warga GPIB melihat dirinya masih taat azas, dengan memberlakukan semua yang diputuskan oleh GPIB melalui Persidangan Sinodenya.

Sekalipun misi dan juga visi merupakan hasil pikiran reflektif selalu yang menjadi pertanyaan adalah aplikasinya, sehingga menyangkut hal yang sangat praktis.Paling tidak kita bisa melihat bahwa ada tiga basis dari Unit Misioner dalam melaksanakan misi transformatif.
Basis pertama adalah keluarga.Keluargaadalah lembaga yang tidak akan pernah terhapus dari muka bumi, karena keluarga, dari data Alkitab pada sejarahnya yang paling pertama adalah bentukan Allah sendiri. Karena itu penguatan peran keluarga menjadi hal yang sangat vital.Alkitab menceriterakan bagi kita bahwa keluarga itu bisa lemah dalam tanggung jawab diri pribadi, dalam tanggung jawab terhadap pasangan anak-anak, jugadalam tanggung jawab persaudaraan.Kalau tanggung jawab seperti ini lemah, orang tidak bisa menjadi 'agen perubahan' bagi masyarakat dimana dia berada.

Basis kedua adalah Persekutuan.Persekutuan adalah lembaga yang hadir karena panggilan Allah.Karena itu persekutuan itu kemudian disebut 'ekklesia' kumpulan orang-orang yang dipanggil keluar dari kegelapan dosa kepada terang Yesus Kristus yang ajaib.Karena persekutuan ini ada dalam konteks, maka persekutuan ini juga harus dikuatkan untuk menggarami dan menerangi konteks dan bukan sebaliknya.Seluruh kepekaan, dan kesadaran kehadiran didalam dan bersama serta untuk konteks, selalu bertujuan pada damai sejahtera.
Basis ketiga adalah Masyarakat.Warga Gereja bertemu dalam dan sebagai sesama warga masyarakat kemudian melakukan pelayanan yang jelas merupakan pelayanan masyarakat,akan tetapi apa yang dilakukan itu sekaligus diyakini sebagai tugas panggilan Gereja. Dalam hubungan ini terbuka kemungkinan seluas luasnya untuk terjadi kegiatan yang lintas denominasional, tetapi juga lintas agama.
Dengan demikian, Unit Misioner memang merupakan pelaksana pelayanan pada garda yang paling depan. Kita bisa melihat bahwa ada Unit Misioner yang merupakan (pelayanan Kategorial (Pelkat) dan ada yang diluar itu (non Pelkat). Ini tentu saja sama sekali tidak mengabaikan karya pelayanan warga Pelkat secara langsung dalam masyarakat. Ini hanya mau membedakan organisasi pelayanannya.

Pelayanan Kategorial baik pada tingkat jemaat maupun pada tingkat Sinodal jelas mengatakan kepada kita tentang keluarga sebagai basis dari unit misioner.
Departemen mengatakan kepada kita tentang persekutuan sebagai basis unit Misioner.
Kelompok Fungsional-Profesional menunjukkan bagi kita bagaimana warga Gereja sebagai warga masyarakat memahami panggilan dan tugas kemasyarakatannya sebagai pengeja-wantahan dari perilaku iman.Ini jelas menggabungkan basis keluarga dan basis persekutuan. Sebab tanpa kokoh dalam dua hal ini orang tidak akan mampu berkiprah dalam masyarakat.
Badan Hukum dan Yayasan jelas berbasis dalam persekutuan. Tetapi justru karena 'jenis' pelayanan yang menjadi aktivitasnya, maka resistensi dari masyarakat juga minim karena iaberada dan bekerja bersama untuk kebaikan masyarakat. Maka tidak berlebihan juga kalau dikatakan bahwa basisnya adalah masyarakat seperti Kelompok Fungsional- Professional.
Unit kerja internal, dan kelompok lain yang membantu majelis Sinode jelas berbasis dalam persekutuan. Tanpa mengabaikan aturan organisasi yang umum, organ dari unit Misioner itu tidak diatur secara detail, justru karena kepentingan misinya sendiri.

III. PELKAT DAN PENGUATAN PERAN KELUARGA
Pemahaman tentang Pelayanan Kategorial (Pelkat)  sebagai unit misioner tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan kelanjutan dari pemahaman tentang unit misioner yang sudah diuraikan diatas.  Kelanjutan tersebut lebih menyentuh tataran praktis pengalaman pelayanan yang selama ini kita kenal sebagai BPK yang kemudian berubah menjadi Pelkat.Tentu saja perubahan ini membawa konsekuensi tentang pendekatan Pelkat yang lebih berorientasi mempersiapkan warga Gereja sebagai pelaksana misi Gereja.Pendekatan ini tentu saja sejalan dengan pemahaman tentang Gereja, Gereja Misioner dan Misi Transformatif.Itu berarti kita sedang mempersiapkan warga Gereja sebagai alat Kristus untuk menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah di dunia.Mempersiapan mereka secara kwalitas supayakehadiran dan keterlibatannya dapat meningkatkan kwalitas masyarakat menuju damai sejahtera.
Pelaksana misi Gereja ini tidak hanya dimonopoli oleh segelintir orang dalam Gereja yang secara sempit menyadari hanya mereka yang bisa melakukan pelayanan.Pelaksana misi itu dilakukan oleh seluruh umat Allah.Ketika seluruh umat Allah disebut sebagai pelaksana misi, maka dalam lingkup  GPIB pelaksana misi itu tidak hanya Majelis Sinode GPIB beserta  unit-unit misioner yang ada di tingkat sinodal atau Majelis Jemaat,  beserta unit-unit misioner yang ada di tingkat jemaat tetapi juga menyangkut seluruh warga GPIB.

1. Warga Pelkat Sebagai Pelaksana Misi Gereja
Jika pelaksana misi itu seluruh warga GPIB maka didalamnya dijumpai ada orang tua dan anak-anaknya.Dalam orang tua  kita jumpai kategori: PKP, PKB, PKLU. Dalam anak-anak kita jumpai kategori: PA, PT, GP.Supaya pelaksana misi ini menyadari tugas dan tanggung jawabnya maka mereka semua harus dibina, artinya dipersiapkan dengan baik, terarah dan berkesinambungan sehingga memperoleh pemahaman yang utuh dalam melaksanakan misi Gereja (GPIB).Ketika pembinaan dilaksanakan untuk warga Pelkat berarti secara tidak langsung membina keluarga itu sendiri mengingat bahwa setiap kategori Pelkat ada dalam keluarga.Melalui pembinaan yang tertata secara berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi setiap kategori maka yang diharapkan terjadi yaitu adanya penguatan peran keluarga.

2. Kedudukan Pelkat Dalam Tata Gereja
Peraturan No. 15  khusus berbicara tentang Pelkat. Pasal  1: “Pelayanan Kategorial disingkat Pelkat adalah unit misioner  sebagai wadah pembinaan warga Gereja dalam keluarga dan masyarakat sesuai kategori agar para anggotanya berperan aktif dalam pengembangan panggilan dan pengutusan Gereja secara utuh dan berkesinambungan.”
Dari  peraturan no.15  ini dapat ditegaskan bahwa: Pelkat disebut sebagai unit misioner (sudah disebutkan juga dalam Tata Dasar GPIB pasal 16),   itu artinya Pelkat adalah pelaksana misi Gereja / ujung tombak/ garda paling depan melaksanakan  misi Gereja  dalam keluarga dan masyarakat.  Jika pelaksana misi Gereja  ini dipersiapkan dengan baik melalui berbagai pembinaan  (secara berjenjang, berkesinambungan dan sesuai kebutuhan)  maka  kehadiran mereka di dalam keluarga dan di dalam masyarakat  membawa  manfaat  sesuai dengan harapan yang terkandung dalam  visi dan misi GPIB.

3. Pelkat  Sebagai Wadah Pembinaan
Salah satu wadah  untuk membina dan mempersiapkan warga Gereja sebagai  pelaksana  misi Gereja yaitu Pelkat. Konsekuensinya, materi pembinaan untuk orang tua dan anak-anaknya perlu ditata dan dikelola secara berjenjang, berkesinambungan dan sesuai dengan kebutuhan dari setiap kategori yang ada.Berjenjang berarti mulai dari PA – PT – GP – PKP – PKB – PKLU.Berkesinambungan berarti pembinaan kepada setiap kategori dilaksanakan terus-menerus mulai dari materi bina tingkat dasar sampai lanjutan.Sesuai kebutuhan berarti dapat menjawab tantangan yang sedang dihadapi kini dan akan datang.

Ketika Pelkat diharapkan berperan dalam rangka penguatan keluarga maka hal pertama yang harus disadari bahwa basis dari Pelkat itu adalah keluarga dan yang kedua bahwa Visi dan Misi GPIB menjadi dorongan motivasi untuk menghasilkan penguatan peran keluarga.Seperti dalam poin 2 dari misi GPIB  disebutkan bahwa …“dengan berbasis pada prilaku kehidupan keluarga yang kuat dan sejahtera,” dapat mendorong warga Gereja berinisiatif dan berpartisipasi dalam kesetiakawanan sosial serta kerukunan dalam masyarakat. Bertolak dari pendekatan misi seperti ini, diharapkan Pelkat dalam pelayanannya memberdayakan warga Gereja yang ada dalam keluarga-keluarga sehingga mereka dapat berperan baik dalam persekutuan, pelayanan dan kesaksian di tengah masyarakat dimana Gereja hadir.

4. Bidang Pelayanan Kategorial (BPK) Menjadi Pelayanan Kategorial.
Mengapa harus berubah dari BPK menjadi Pelkat?Pendekatan yang sudah dibangun diatas menunjukan bahwaUnit Misioner ini harus diletakkan dalam perkembangan pelayanan dan pemikiran tentang pelayanan dalam konteks GPIB sendiri. Dengan demikian fokus Pelkat sebagai Unit Misioner yaitu pada pelayanannyadan  bukan berorientasi pada masing-masing bidangnya karena jika penekanannya pada bidang maka akibatnya setiap bidang pelayanan hanya memperhatikan dan mengurus bidangnya saja. Dari pemahaman seperti ini menolong kita untuk memahami mengapa kata bidang ditinggalkan dan yang hanya ada yaitu Pelayanan Kategorial.  Kenyataan yang selama ini terjadi dengan BPK yaitu  
BPK dalam kenyataannya ( sebelum menjadi Pelkat ) :

1. Seringkali setiap kategori lebih mengutamakan kepentingan kategorinya sendiri sehingga terjadi pengkotakan.
2. Pola pembinaan dan materi bina hanya hanya terfokus untuk kategorinya saja tanpa menempatkannya secara berjenjang dan berkesinambungan mulai dari PA sampai PKLU.
3. Program kerja seringkali tumpang-tindih dengan kategori maupun bidang lain.
Fokus Pendekatan Pelkat sekarang adalah :
1. Pelkat sebagai unit misioner berorientasi pada pelayanandengan sasaran pengembangan yang jelas yaitu kehadiran Pelkat  berorientasi pada penguatan peran keluarga sekaligus mempersiapkan anggota keluarga menyadari dan melaksanakan tugas misionernya di dalam keluarga dan masyarakat.
2. Materi pembinaan untuk Pelkat ditata secara terpadu dan berkesinambungan dimulai dari PA – PT – GP – PKP – PKB – PKLU.
3. Kordinasi antar kategori Pelkat lebih terjalin dan terarah sehingga menghindari terjadinya tumpang-tindih dan pengkotakan. Kordinasi dan kerja sama tidak hanya terjadi antar kategori saja tetapi juga dengan unit-unit misioner yang lain.

 5. Tiga  Aspek  Kebutuhan  Keluarga
 Penguatan peran keluarga tidak dapat dipisahkan dari apa yang menjadi kebutuhan keluarga itu sendiri. Pada umumnya ada tiga aspek kebutuhan keluarga yaitu Spiritual, Sosial dan Material .
Spiritual :
1. Berarti menyangkut hubungan vertikal antara anggota keluarga dengan Tuhan.
2. Dalam hubungan ini, iman dan pengenalan kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat bertumbuh dan berkembang melalui pembacaan kitab suci, renungan melalui sabda-sabda, berdoa, bernyanyi.
3. Bukan saja orang tua yang mencari dan bersekutu dengan Tuhan tetapi anak-anaknya juga dibawa bersekutu dengan Tuhan.
4. Semua anggota keluarga terlibat dalam kegiatan Pelayanan Kategorial (Pelkat)  dan  kegiatan Gereja lainnya.
Sosial :
1. Berarti menyangkut hubungan horisontal antara anggota keluarga yang satu dengan yang lain termasuk dengan orang lain di luar keluarganya.
2. Gereja dan warga Gereja tidak hadir di dunia untuk dirinya saja, tetapi bersama dengan warga masyarakat lainnya.
3. Mereka diutus menjadi garam dan terang dunia.Mereka hidup saling menghormati dan berdampingan dengan warga masyarakat yang berlainan agama, suku maupun budaya.
4. Mereka diharapkan aktif dalam kegiatan organisasi kemasyarakatan maupun lingkungan hidup.
5. Memperhatikan dan menolong mereka yang mengalami bencana alam dan berbagai kesulitan lainnya.
Material :
1. Berarti menyangkut sandang, pangan, papan menjadi kebutuhan manusia. Untuk itu warga Gereja dapat berusaha, bekerja untuk menghasilkan materi yang mencukupi kebutuhan keluarganya.
2. Pendidikan merupakan sarana yang dapat ditempuh anggota keluarga untuk memperluas wawasan dan pengetahuan yang kemudian menghasilkan materi bagi kebutuhan hidup pribadi dan keluarga.
3. Kerja sama membina jaringan usaha diantara warga Gereja perlu dirintis dan dikembangkan untuk meningkatkan keuntungan yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan keluarga maupun pelayanan.
4. Semua yang diperoleh dari bekerja atau apapun hasil kerja kita hendaklah dipahami sebagai berkat Tuhan dan untuk kemuliaan nama Tuhan.

Tiga aspek kebutuhan keluarga diatas kiranya menjadi perhatian kita saat merumuskan kegiatan-kegiatan Pelkat yang berkaitan dengan Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian Gereja. Dengan demikian kegiatan Pelkat tidak sia-sia melainkan tepat pada sasaran dan menjawab kebutuhan warga Gereja.Dalam pelaksanaannya,Pelkat tidak bisa berdiri sendiri melainkan berada dalam kebersamaan dengan unit-unit misioner lainnya.Berbicara tentang seorang ibu ideal misalnya tidak lagi merupakan topik hanya untuk Pelkat PKP, tetapi Pelkat PA dan PKB juga harus diikut-sertakan. Maka cakupan Unit Misioner ini juga akan sangat bersifat lintas bidang. Dengan cara ini maka tantangan pelayanan yang muncul menjadi keprihatinan persekutuan secara keseluruhan.Dalam menanganinya ada Unit Misioner tertentu. Akan tetapi unit itu ditunjang oleh unit misioner lain dalam melaksanakan tugas panggilannya.

Dalam kebersamaan itu diharapkan kita tidak hanya menghasilkan keluarga yang kuat dan sejahtera melainkan dengan sendirinya kita telah membentuk dan mempersiapkan warga Gereja untuk diutus ke dalam  masyarakat melaksanakan panggilan misionernya. Kesadaran melaksanakan panggilan misioner ini tentu saja harus memperhatikan kondisi kongkret yang ada dalam masyarakat kita.Kondisi itu kita sebut sebagai tantangan yang dihadapi GPIB baik secara eksternal maupun internal seperti disebutkan dalam PKUPPG .
Menyadari akan tantangan eksternal dan internal, maka sebagai Gereja kitapun dituntut memiliki ketrampilan dan kecerdasan serta semangat untuk mengembangkan potensi Sumber Daya Insani yang dianugerahkan Allah bagi umat-Nya. Upaya kearah pengembangan itu dapat dilakukan melalui pembinaan warga Gereja.Dalam pengertian seperti ini, Pelkat bersama departemen Teologia dan departemen PPSDI sudah saatnya merumuskan suatu kurikulum pembinaan terpadu, berjenjang, berkesinambungan.Konsekuensinya, semua materi pembinaan yang selama ini sudah dimiliki perlu ditata ulang (direvisi) supaya tetap relevan dengan kebutuhan dan tantangan yang sedang dihadapi. Penataan ulang ini dirasa perlu karena selama ini materi bina dan pola pembinaan terkotak-kotak pada kategorinya saja tanpa melihat secara utuh keterkaitan dan kesinambungan pembinaan kepada warga jemaat mulai dari anak-anak sampai kaum lanjut usia. 

PENUTUP
Kehadiran Unit Misioner dengan sendirinya telah menampilkan suatu model pelayanan terpadu dengan tujuan misioner yang jelas sampai efeknya mulai dari keluarga, persekutuan dan bermuara kedalam kehidupan bermasyarakat.Bertolak dari pendekatan misi seperti ini, diharapkan Pelkat dalam pelayanannya memberdayakan warga Gereja yang ada dalam keluarga-keluarga sehingga mereka dapat berperan dalam persekutuan, pelayanan dan kesaksian di tengah masyarakat dimana Gereja hadir.Perobahan ini perlu terjadi tidak seperti membalik telapaktangan, melainkan melalui proses pergeseran paradigma. Diperlukan ketulusan dan kerendahan hati serta kesetiaan pada komitmen pelayanan.Ini yang diperlukan dari semua fungsionaris pelayanan di GPIB.

VISI & MISI GPIB

VISI
GPIB menjadi gereja yang mewujudkan damai sejahtera bagi seluruh ciptaanNya

MISI
1. Menjadi Gereja yang terus menerus diperbaharui dengan bertolak dari Firman Allah, yang terwujud dalam perilaku kehidupan warga gereja, baik dalam persekutuan, maupun dalam hidup bermasyarakat.

2.Menjadi gereja yang hadir sebagai contoh kehidupan, yang terwujud melalui inisiatif dan partisipasi dalam kesetiakawanan sosial serta kerukunan dalam masyarakat, dengan berbasis pada perilaku kehidupan keluarga yang kuat dan sejahtera.

3. Menjadi Gereja yang membangun keutuhan ciptaan yang terwujud melalui perhatian terhadap lingkungan hidup, semangat keesaan dan semangat persatuan dan kesatuan warga Gereja sebagai warga masyarakat.

MOTTO :
Dan orang akan datang dari timur dan barat dan dari utara dan selatan dan mereka duduk makan di dalam Kerajaan Allah


DARI ADMIN

"TAK ADA GADING YANG TAK RETAK"

Jika dalam penyajian blog GPIB Getsemani ini terdapat kekurangan atau kurang sesuai dengan harapan anda, kami sebagai admin blog memohon maaf.

Blog ini disajikan semata-mata untuk mendokumentasikan kegiatan-kegiatan di kalangan kita, kendati belum sempurna dan belum semua terakomodir, itu dikarenakan keterbatasan kami.

Untuk keperluan updating, Artikel/Foto/Video yang ada di blog GPIB Getsemani, selain data dari admin sendiri, sebagian juga kami sadur/copy/download dari berbagai sumber yang telah ada di medsos.


Ucapan Terimakasih kami sampaikan kepada yang Artikel/Foto/Video nya telah kami unggah di blog ini.
Terimaksih juga kami kepada pengunjung blog, semoga blog ini bermanfaat bagi kita.

Note :
Blog ini akan di-off-kan jika sudah ada web penggati yang reprensentatif

Terimakasih. #ek